Selasa, 08 Oktober 2013



jelaskan padaku, cinta…
apakah kau masih bertengger di dalam sana?
lepaskan aku, sayang…
biarkan aku sendiri!

bukan karena aku tak mau
tapi karena malu aku akan rasa yang ada

kalau bukan engkau, wahai kasih…
maka jelaskan padaku detak jantung yang berlomba ini,
dan artikan aliran deras darah dalam nadiku

jadi apakah yang tersisa?

jangan katakan kau ingin tinggal, cinta…
biar aku mengerti makna luka yang menganga
dan jangan kau tambahkan lagi perihnya!
mungkinkah engkau, rindu?
yang berdalang di balik semua ini?
kapankah pertujukanmu usai?

tak puaskah kau dengan semua yang kau ukir?

sungguh aku ingin mengerti
dan tolong berikan aku pengertian!

jangan kau pertahankan aku, wahai harapan
karena kau ingin berlari mencari

maknai semua ini, wahai jiwa
apa yang kurasakan?
apa yang kutinggalkan?
apa yang tersisa?
karena hanya engkau yang mengerti
dan hati pun tak akan pernah berbohong!

berikan aku senyum mu, wahai hidup
agar aku rasakan hangatnya kalian yang singgah…

Dingin…

Hujan menemani sedari senja
Asap rokok terbatuk dari nafas
Mencoba percuma mencari hangat
Demi dirinya dia
Dia bersandar lemas
Dinding-dinding kayu kasar
Puing merah-merah kelam
Terkait daging-daging busuk
Dari koyak luka-luka
Sejak kapan tak sadar
Buram menggema dalam ingatan
Mereka berlari tanpa dirinya
Asap rokok terbatuk dari nafas
Dingin merajalela….
Hujan tak juga reda
Tiada kata kutuk untuk mereka
Mereka siapa?
Buram menggema dalam ingatan
Sakit tiap detik melihatnya
Ketika hangat hanya mimpi
Bahagia dengan senyum mereka
Kini pun sama
Hanya kini luka untuk mereka
Mereka siapa?
Dingin tiada terasa….
Bukan…bukan untuk mereka
Demi dirinya…
Tenggelam dalam buram
Tercabik-cabik luka
Tersenyum dia
Terakhir untuk dirinya
Dirinya yang mulai menangis
Di hadapannya dirinya menangis
Meski dia berharap senyum
Di saat akhir dirinya menangis
Entah tersadarkah dirinya
Atau hanya bersalah dari hatinya
Hujan tak berhenti
Meski hingga akhir
Hingga sadar dirinya
Dia mati untuknya
Seraya berbisik dia berkata
“Aku mati di tanganmu….”

Jadilah teman untuk berlari

sepetang inipun ku masih sendiri
berteman secangkir kopi yang mengepulkan wangi sejati
dan diselimuti pucatnya cahaya sang bulan yang menari
diatas langit diapit permata berkelip menggoda hati
.
Dan warna pucatpun sudah pasti kau beri
namun tetap kubiarkan hati bersenandung menyanyi
karna kunikmati indahnya duniawi
yang diciptakan dari indahnya surgawi
.
segaris banyangan melangkah dari cangkir kopi
dan pelan pelan mencoba jauh berlari
seiring sang purnama mengendap-endap bersembunyi
diantara sang mega yang membariskan diri
.
dan sepetang inipun ku masih sendiri
membiarkan impian terus saja mengusik diri
membayangkan jutaan impian yang kian berseri
mengisi ruang kosong yang enggan sendiri kusinggahi
.
Oh purnama…berikanlah senyummu yang paling berani
akan kuterima dengan senang hati
jadilah temanku untuk sekedar berlari
melepaskan diri dari penatnya dunia ini

Kulepas semua

Mulai ku ucap seuntai kata cinta..
Ku akui aku pun terpesona..
Tapi kau telah dengan???..
Merajut ketulusan nan setia..
Baiknya ku lupakan semua tentangmu..
Memang kita tak bisa bersatu..
Keadaan memaksaku menjauh darimu..


Andai kau dan dia belum bersama..
Namun ku tak ingin melukai..
Tak ingin pula menodai..
Cinta suci kau dengan dirinya..
Ku relakan kau bahagia..
Mungkin ini memang jalan cintaku..




Mengagumi tanpa dikagumi..
Menyayangi tanpa disayang..
Mencintai tanpa dicintai..
Dan ku harus menerima..
Kenyataan pahit nan pedih ini..
Karna aku bukanlah pilihan hatimu..